Ketika Alam Tak Lagi Jadi Rumah: Menimbang Ulang Pembangunan dan Pertumbuhan Populasi
- Rais Ginting
- 22 Mei
- 2 menit membaca
Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia 2025 mengangkat tema “Harmony with Nature and Sustainable Development”, sebuah ajakan untuk hidup selaras dengan alam sambil tetap membangun masa depan. Namun realitanya, harmoni ini semakin sulit ditemukan. Pembangunan terus berjalan, sementara alam perlahan terpinggirkan. Kita perlu bertanya ulang: apakah yang kita sebut pembangunan benar-benar membawa kemajuan, atau justru mengikis fondasi kehidupan?
Pertumbuhan Populasi: Permintaan yang Terus Meningkat
Setiap tahun, jumlah manusia bertambah, begitu juga kebutuhannya. Kita butuh tempat tinggal, makanan, transportasi, dan pekerjaan. Semua ini membutuhkan ruang dan sumber daya. Di Indonesia, lahan hutan pun kian menyempit demi memenuhi tuntutan ini. Akibatnya, keanekaragaman hayati ikut terancam, termasuk orangutan yang menjadi simbol penting dari hutan tropis kita.
Orangutan: Simbol Kehidupan Hutan yang Terancam
Orangutan bukan hanya hewan langka. Mereka adalah penjaga hutan, penyebar biji alami yang menjaga regenerasi pohon. Tapi kini, habitat mereka kian menyempit. Deforestasi untuk perkebunan, pertambangan, hingga pemukiman manusia telah membuat orangutan kehilangan tempat tinggal. Banyak dari mereka terpaksa turun ke lahan warga, menjadi tontonan, atau berakhir di kandang rehabilitasi.
Ini bukan hanya soal menyelamatkan satu spesies. Ini tentang menjaga keseimbangan seluruh ekosistem. Ketika satu komponen rusak, dampaknya bisa menjalar ke mana-mana, termasuk kepada kita.
Pembangunan Berkelanjutan: Kata-Kata yang Harus Dipertanggungjawabkan
Kita sering mendengar istilah “pembangunan berkelanjutan”. Sayangnya, istilah ini kadang hanya jadi label tanpa isi. Banyak proyek mengklaim ramah lingkungan tanpa benar-benar menjalani uji dampak lingkungan yang ketat. Tanpa evaluasi dan transparansi, “berkelanjutan” bisa menjadi sekadar kosmetik pembangunan.
Padahal, pembangunan yang benar-benar berkelanjutan seharusnya memperhatikan daya dukung alam, dampak jangka panjang, dan keterlibatan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.
Gaya Hidup Kita Ikut Menentukan
Sebagian dari kita mungkin merasa tak terlibat langsung dalam masalah ini. Tapi keputusan kecil dalam keseharian bisa memberi dampak besar. Misalnya:
Membeli produk dari perusahaan yang tidak peduli lingkungan
Menggunakan kendaraan pribadi secara berlebihan
Membuang makanan dan menggunakan plastik sekali pakai
Mengabaikan asal-usul bahan makanan dan produk
Kita bisa mulai berkontribusi dengan mengubah pola konsumsi: memilih produk lokal dan berkelanjutan, mengurangi sampah, serta mendukung gerakan konservasi. Setiap langkah kecil berarti.
Orangutan dan Kita: Sama-Sama Butuh Rumah yang Layak
Seperti kita, orangutan juga butuh ruang hidup yang aman dan layak. Jika hutan terus digantikan oleh beton, bukan hanya mereka yang akan kehilangan rumah. Kita pun perlahan akan kehilangan udara bersih, air bersih, dan iklim yang stabil. Hutan adalah sistem pendukung kehidupan, bukan hambatan pembangunan.
Penutup: Harmoni Tak Datang Sendiri, Tapi Harus Diusahakan
Tema tahun ini bukan hanya pengingat, tapi panggilan. Harmoni dengan alam tak terjadi otomatis. Ia butuh kesadaran, keberanian, dan perubahan nyata. Kita bisa mulai dari hal kecil: menanam pohon, mengurangi konsumsi berlebihan, memilih produk ramah lingkungan, hingga ikut menyuarakan kebijakan yang berpihak pada alam.
Bumi adalah rumah bersama. Orangutan adalah pengingat bahwa pembangunan yang tidak bijak bisa merugikan semua makhluk, termasuk manusia. Mari kita bangun masa depan yang benar-benar layak huni, bukan hanya bagi kita, tapi juga bagi semua kehidupan yang berbagi tempat di planet ini.

Komentar